SOLO , MettaNEWS – Lima makam itu terawat dengan bersih, meski tampak sederhana. Terlalu sederhana, mengingat yang dimakamkan di sana konon adalan Raden Ayu Supartinah, putri KGPAA Mangkunegara IV (bertahta 1853 – 1881), penguasa Mangkunegaran yang dikenal kaya raya.
Kini, makam-makam itu seperti terperangkap di dalam rumah penduduk kawasan permukiman padat di Kampung Kauman, Kelurahan Kestalan, Kecamatan Banjarsari, Solo. Empat makam berada di satu ruang di sebelah garasi, satu lagi sedikit terpisah namun masih di rumah yang sama.
“Awal 1970-an kami membangun rumah di sini, makam ini sudah lama ada. Kondisinya miring dan agak rusak, oleh suami saya diperbaiki, lalu dibuatkan ruangan khusus. Setiap tahun, utamanya pada bulan Jawa Ruwah, dari Pura Mangkunegaran selalu menyempatkan diri berziarah ke sini,” tutur Ny Sutadi, pemilik rumah tempat makam-makam itu berada.
Solo Societeit, komunitas pemerhati sejarah di Solo pernah menelusuri kawasan itu dan membeber cerita tentangnya. Makam-makam itu adalah yang tersisa dari Kompleks Masjid Agung Pura Mangkunegaran, sebelum dipindahkan ke Jalan Kartini di sebelah barat Pura.
“Masjid Agung mulai dari titik ini, sampai gerbangnya ada di depan Pasar Legi. Kampung ini disebut Kauman, karena dahulu para abdidalem ulama tinggal di sini,” tutur Dani Saptoni, Ketua Solo Societeit saat memaparkan rangkuman hasil riset mereka ke sejumlah sumber.
Kampung Kauman, sekarang hanya tersisa nama. Dulunya, seperti di Keraton Surakarta dan Yogyakarta, di sana tempat bermukim abdidalem ulama. Karena di sisi timurnya, berdiri Masjid Agung Mangkunegaran.
“Gerbangnya kurang lebih sekarang di depan Pasar Legi, tepat di toko cat di tepi Jalan S Parman. Tercatat juga masjid ini pernah punya penghulu perempuan, Raden Ayu Penghulu Iman yang juga tinggal di kompleks masjid,” tutur Dani dalam forum yang juga dihadiri wartawan MettaNews.
Sudah menjadi kewajaran, di masa lalu bagian belakang masjid sering dimanfaatkan untuk makam orang-orang tertentu. Melihat ukurannya, ada kemungkinan itu adalah makam anak-anak.
Mangkunegara IV, kemudian memindahkan Masjid Agung ke samping Pura. Kawasan itu kemudian ditata menjadi pusat perekonomian. Pasar Ketelan dipindahkan ke sana, bergabung dengan Pasar Legi sehingga menjadi lebih besar.
Perkembangan hingga sekarang, Pasar Legi memang berhasil tumbuh menjadi pasar tradisional terbesar di Kota Solo. Namun, kampung Kauman tempat tinggal para abdi dalem kaum atau para ulama, semakin lama semakin hilang. Nyaris terhapus dari ingatan sejarah.