Panglima TNI Diganti, Ini yang Sudah Dilakukan Hadi Tjahjanto

oleh
Panglima TNI Hadi Tjahjanto Andika Perkasa
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama penggantinya Jenderal Ändika Perkasa| IG @tentara_nasionalindonesia.

JAKARTA, MettaNEWS – Marsekal Hadi Tjahjanto, Rabu (17/11/2021) hari ini meletakkan jabatan Panglima TNI, penggantinya Jenderal Andika Perkasa. Berikut beberapa catatan tentang sosok Hadi Tjahjanto dan apa yang dia kerjakan selama hampir 4 tahun memimpin TNI.

Perwira Sial sampai Marsekal

Buku Anak Sersan Menjadi Panglima menyebutkan, Hadi lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang prajurit TNI AU yang bertugas di bengkel pesawat tempur di Lanud Abdurachman Saleh, Malang, di mana Hadi lahir pada tanggal 8 November 1963.

Lulus dari Akademi Angkatan Udara tahun 1986 dan Sekolah Penerbang tahun 1987, karir Hadi tak terlalu menonjol. Bahkan boleh dibilang sial. Dia tak pernah memegang jabatan penting. Bahkan posisi komandan skuadron pun, sebuah jabatan impian semua anggota korps penerbang TNI AU, dia dapat saat pejabat lama meninggal mendadak karena serangan jantung. Itu pun, bukan skuadron bergengsi, tapi Satud Tani (Satuan Udara Pertanian) yang hanya memiliki dua pesawat Pilatus Porter untuk menyemprot hama.

Baru beberapa bulan sebagai Komandan Lanud Adi Soemarmo di Solo, Hadi bahkan nyaris kehilangan jabatannya. Penyebabnya masalah pribadi, tapi dia selamat karena sistem di TNI tidak memungkinkan memecat seorang pejabat tanpa kesalahan yang jelas.

Seseorang di tempat tinggi kemudian menolong Hadi, dia tidak mungkin mencapai jenjang perwira tinggi selama masih berseteru dengan atasannya di TNI AU. Maka, dia mutasi ke Badan SAR Nasional. Pangkat bintang satu (marsekal pertama) pun turun, tapi lagi-lagi Hadi mengalami kejadian tak mengenakkan.

Di Basarnas dia harus bertukar jabatan dengan perwira lain, secara informal. “Karena pertukarannya informal hanya berlaku di kantor, maka saya praktis tetap harus melakukan semua pekerjaan. Semua, kecuali uangnya,” ujar Hadi.

Namun, Hadi mengaku tidak pernah mengeluh tentang karirnya yang suram di masa lalu. “Justru karena saya perwira yang tidak cemerlang, tidak ada yang mendekat untuk macam-macam. Ketika saya sudah jadi Panglima, saya tidak sempat kenal dengan orang-orang seperti itu.”

Bertemu Jokowi di Solo dan Malang

Sewaktu menjabat Komandan Lanud Adi Soemarmo, Kolonel Hadi Tjahjanto bertemu dengan Jokowi yang waktu itu Walikota Solo. Setelah itu, dia baru bertemu lagi dengan Jokowi yang sudah menjabat Presiden RI, ketika itu Hadi Komandan Lanud Abdurachman Saleh.

Saat itu Jokowi hendak melakukan kunjungan ke Blitar dan pesawat kepresidenan mendarat di Malang. Beberapa bulan kemudian Hadi sudah menyusul ke Jakarta dengan jabatan Sekretaris Militer Presiden, Sekjen Hankam dan kemudian Kepala Staf TNI AU. Bahkan akhirnya Jokowi mempercayakan posisi Panglima TNI.

Mengubah Wajah Medsos TNI AU

Setelah bertugas di Basarnas, Hadi kembali ke TNI AU dan menjabat Kepala Dinas Penerangan. Saat itu, dia membuat perubahan, akun media sosial TNI AU yang semula tampak resmi, kaku sebagaimana sifat institusi militer, dia ubah menjadi lentur, bahkan banyak bercanda.

“Saya bentuk tim, kita sebut Airmin. Saya sendiri Airboss,” tutur Hadi dalam wawancara di Jakarta beberapa tahun lalu.

Perubahan gaya itu berhasil merebut perhatian publik. Akun Twitter @_TNIAU hingga kini punya pengikut sekitar 472 ribu.

Panglima TNI yang Selalu Berbaju Loreng

Sebagai Panglima TNI, Hadi Tjahjanto selalu mengenakan baju loreng Pakaian Dinas Lapangan yang digunakan ketiga matra TNI, alih-alih mengenakan Pakaian Dinas Harian yang berarti seragam TNI AU. Bahkan pita identitas di dada diri pun hanya menyebut TNI, bukan TNI AU sebagaimana lazimnya.

“Saya adalah bapak dari tiga angkatan yaitu AD, AL dan AU. Untuk itu saya harus bersikap adil terhadap tiga angkatan. Dalam kedinasan sehari-hari saya menggunakan baju loreng TNI sebagai perwujudan integrasi tiga angkatan,” tulis hadi di beranda web tni.mil.id.

Perubahan Struktur Organisasi TNI

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama personel Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI yang dibentuknya.

Luasnya wilayah Repulik Indonesia membuat Hadi berpikir untuk menata ulang struktur kekuatan TNI, agar mampu melaksanakan tugas mengayomi wilayah dengan lebih rasional. Ketiga matra, masing-masing mekar menjadi tiga kekuatan untuk mengamankan wilayah barat, tengah dan timur.

TNI sejak diresmikan tanggal 27 September 2019 memiliki Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I, II dan III. Organisasi baru ini lebih dari sekadar teritorial TNI AD, tapi memiliki wewenang untuk menggerakkan kekuatan trimatra untuk menangani permasalahan di wilayahnya.

Menyesuaikan dengan struktur baru ini, TNI AU mekar menjadi tiga kekuatan Komando Operasi Angkatan Udara (Koopsau) I, II dan III. Begitu pun TNI AL  yang semula hanya punya Armada Timur dan Barat, kini ada Komando Armada I, II dan III.

Kemudian untuk mengisi kekuatan di masing-masing Kogabwilhan, Hadi menambahkan Divisi Kostrad 3 di Makassar, Pasukan Marinir 3 di Sorong. Selain itu, masih ada Satuan Terpadu TNI di Natuna. Hingga saat ini penyeimbangan kekuatan masih belum selesai. Misalnya di Koopsau III, belum ada pangkalan udara yang memiliki skuadron pesawat tempur dengan kemampuan sergap.

Tidak cukup, Hadi juga membentuk Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI yang menggabungkan kekuatan tiga matra pasukan khusus ke dalam satu wadah. Satuan ini berkekuatan hanya sekitar 400 orang untuk fungsi intelijen plus satu kompi pasukan pemukul.

Masih banyak lembaga baru yang lahir di tangan Hadi. Misalnya, dia juga menaikkan Satuan Nuklir, Biologi dan Kimia (Nubika) ke tingkat yang lebih tinggi menjadi Badan Pelaksana Pusat (Balakpus).

Terbitnya UU Nomor 5/2018

Era Hadi juga melahirkan Undang-undang Nomor 5/2018 tentang Terorisme, yang menyebutkan TNI dilibatkan dalam penanggulangan terorisme. Namun hingga saat ini, petunjuk pelaksanaan tentang keterlibatan TNI masih belum final.

Ancaman Hibrida

Hadi dalam berbagai kesempatan sering menyebut ancaman terhadap kedaulatan Negara saat ini, sangat beragam. Ada ancaman perang, ancaman proxy war, bahkan ancaman hibrida yakni gabungan keduanya.

Karena itu, sebagai Panglima TNI Hadi juga tegas mengenai pembinaan dan pelatihan calon tentara. Penanaman idiologi Pancasila, deradikalisasi, peningkatan kesejahteraan prajurit, menjadi perhatian khusus. Penambahan Alutsista (alat utama sistem persenjataan) pun terus dilakukan untuk mencapai Minimum Essential Force.