Melihat Indahnya Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa di Mangkunegaran

oleh
Mangkunegaran
Ketua Panitia Bersama Imlek 2574/2024, Sumartono Hadinoto memukul tambur barongsai, sedangkan Perwakilan Mangkunegaran, GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo memukul gong kecil sebagai tanda dibukanya acara Hanebu Sauyun-Cap Go Meh di Pamedan Pura Mangkunegaran, Jumat (23/2/2024) | MettaNEWS / Adinda Wardani

SOLO, MettaNEWS – Pura Mangkunegaran menyuguhkan akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa dengan apik lewat acara “Hanebu Sauyun-Cap Go Meh”. Acara ini dibuka dengan kirab gunungan berisi jajan pasar Jawa dan Tionghoa yang diarak menuju Pamedan Mangkunegaran, Jumat (23/2/2024).

Mangkunegaran
Kirab gunungan jajanan Jawa dan Tionghoa di acara Hanebu Sauyun-Cap Go Meh di Pamedan Pura Mangkunegaran, Jumat (23/2/2024) | MettaNEWS / Adinda Wardani
Mangkunegaran
Rebutan gunungan jajanan Hanebu Sauyun-Cap Go Meh di Pamedan Pura Mangkunegaran, Jumat (23/2/2024) | MettaNEWS / Adinda Wardani

Penampilan Barongsai dan Reog Ponorogo juga tak kalah apiknya. Begitupun festival MakaN-MakaN yang menggabungkan makanan Jawa dan Tionghoa. Pemandangan ini benar-benar mampu mempresentasikan visi misi KGPAA Mangkuengaran X untuk menjadikan Mangkunegaran rumah bagi kebudayaan Nusantara.

Mangkunegaran
Penampilan barongsai di Hanebu Sauyun-Cap Go Meh di Pamedan Pura Mangkunegaran, Jumat (23/2/2024) | MettaNEWS / Adinda Wardani

“Mangkunegaran MakaN-MakaN merupakan wadah yang diinisiasi oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X sebagai unit usaha lokal untuk masyarakat Solo. Serta memberdayakan para abdi dalem di bawah naungan Mangkunegaran,” ujar Perwakilan Mangkunegaran, Gusti Raden Ajeng (GRAj) Ancillasura Marina Sudjiwo.

Transformasi MakaN-MakaN mencerminkan upaya memajukan ekonomi melalui kolaborasi dan mendukung kesejahteraan masyarakat Solo terutama Abdi dalem Mangkunegaran dan UMKM yang ada di Solo.

Pura Mangkunegaran atau Praja Mangkunegaran sebagai rumah budaya Nusantara membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua insan dari berbagai macam ragam budaya yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah kebudayaan Tionghoa.

“Sebagaimana dapat kita lihat sebelumnya di tanggal 9 bulan Februari ini telah diadakan bersih-bersih bersama dalam rangka turut memeriahkan perayaan Imlek. Dan juga saat ini kita lihat ada acara Mangkunegaran MakaN-MakaN yang merupakan peringatan ataupun ikut memeriahkan perayaan Cap Go Meh 2024,” jelasnya.

Mangkunegaran
Tenant MakaN-MakaN Hanebu Sauyun-Cap Go Meh di Pamedan Pura Mangkunegaran, Jumat (23/2/2024) | MettaNEWS / Adinda Wardani

Mangkunegaran Makan-Makan Cap Go Meh menghadirkan Festival Kuliner serta panggung gelar budaya akulturasi Jawa dan Tionghoa. Ke depan, Mangkunegaran MakaN-MakaN tidak hanya ada di momen Imlek namun juga acara reguler.

“Tiap acara Mangkunegaran MakaN-MakaN akan hadir dalam edisi yang berbeda-beda. Untuk yang sore ini, akan kita nikmati adalah makan-makan atau segala kuliner dari makanan tradisional maupun yang fusion ataupun campuran dengan Tionghoa,” pungkasnya.

Harapan Solo Jadi Pencetus Kebhinekaan

Mangkunegaran
Penampilan Reog Ponorogo di Hanebu Sauyun-Cap Go Meh di Pamedan Pura Mangkunegaran, Jumat (23/2/2024) | MettaNEWS / Adinda Wardani

Ketua Panitia Bersama Imlek 2574/2024, Sumartono Hadinoto mengatakan masyarakat Tionghoa di Solo sangat mengapresiasi dan bersyukur dengan adanya acara ini.

“Kalau kita melihat sejarah Mangkunegara dengan teman-teman Tionghoa itu kita sejak dulu sudah ada hubungan yang sangat harmonis. Banyak hal berinteraksi antara teman-teman masyarakat Tionghoa dengan keluarga Mangkunegaram,” ujarnya.

“Jadi, mudah-mudahan dengan dimulainya acara ini, ke depan kebhinekaan ini akan terus kita jaga. Tidak hanya dalam bentuk slogan, tetapi tentunya dengan ada kegiatan-kegiatan bersama,” imbuhnya.

Besar harapannya, Kota Solo mampu menjadi pencetus kebhinekaan yang nyata. Khususnya di keluarga Pura Mangkunegaran. Bersama masyarakat tionghoa dan masyarakat-masyarakat lain, berbeda suku yang ada di Solo.

“Acara ini sebetulnya adalah acara yang sudah dirindukan cukup lama. Cuman karena situasi yang memang belum memungkinkan, jadi baru kali ini dilaksanakan. Dan diharapkan ini akan menjadi sebuah tradisi keberlanjutan. Dan semoga tidak hanya dengan masyarakat Jawa, tetapi kebhinekaan di Solo semakin kuat. Di mana kita lihat Solo sebagai Kota toleransi, semakin dijaga dan semakin tinggi toleransinya,” pungkasnya.