Jawa Tengah Bersatu Menyelamatkan Yatim Piatu Korban Covid-19

oleh
Angkringan hybrid yang menjadi ajang diskusi tentang menolong anak-anak yatim piatu korban Covid-19 di Jawa Tengah | tangkapan layar

SEMARANG, MettaNEWS – Sebuah gerakan muncul di Jawa Tengah, lahir dari keprihatinan sejumlah pihak tentang pandemi Covid-19 yang menyebabkan ribuan anak kehilangan salah satu atau bahkan kedua orangtuanya. Tujuan gerakan ini adalah untuk menyelamatkan mereka, dan bukan sekadar gerakan jangka pendek.

Satu suara yang sama muncul saat sejumlah tokoh di Jawa Tengah bertemu di forum Angkringan Hybrid yang digelar secara offline di Semarang dan secara online, Rabu (22/9/2021). Hadir antara lain Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi, Kadit Binmas Polda Jateng, Kombes Pol Lafri Prasetyono, Ketua Baznas Kabupaten Semarang, Munashir, perwakilan Unicef, serta Jurnalis Sahabat Anak.

“Ini perintah Kapolda, polisi wajib membantu korban pandemic Covid-19. Polda Jawa Tengah membuat Gerakan Aku Sedulurmu, ini untuk memberi atensi dan bantuan yang diperlukan anak-anak korban pandemi,” ujar Kadit Humas Poldam Kombes Pol Lafri Prasetyono.

Data mengenai anak-anak itu, didapat dari Dinas Perlindungan Anak, kemudian diverifikasi. Kebetulan, Gubernur Ganjar Pranowo juga memiliki program Jogo Tonggo yang bertujuan seiring.

“Gayung bersambut, bantuan-bantuan dari berbagai pihak ini bisa saling melengkapi. Idealnya memang, harus ada koordinasi dari semua pihak. Misalnya untuk pendidikan, sebisa mungkin diberikan hingga mereka cukup kuat untuk mandiri,” tutur Munashir.

Yang dilakukan Baznas Kabupaten Semarang, menurut Munashir adalah membantu pendidikan anak-anak yatim piatu hingga lulus SMP. “Ini sesuai kapasitas kemampuan dan lingkup tugas. SD dan SMP kan di lingkup kabupaten, SMA dan SMK itu ranahnya provinsi, kalau ada koordinasi yang bagus maka bantuan akan bisa dilanjutkan,” paparnya.

Dan membantu anak yatim piatu tidak hanya soal memenuhi kebutuhan materi atau pendidikan formal saja. Sisi traumatis mereka karena kehilangan orangtua tentu harus diperhatikan.

Sosiolog Universitas Soedirman, Dr Tri Wuryaningsih menambahkan, bilamana perlu anak-anak harus didampingi psikolog.