Wisata Edukasi Watu Lumbung, Berguru kepada Alam

oleh

KAWASAN perbukitan di sekitar muara Kali Opak, tidak jauh dari Pantai Parangtiris di Bantul, Yogyakarta, menyimpan sebuah tempat wisata yang layak dipertimbangkan. Terutama jika kita menginginkan berwisata sambil belajar sesuatu dari alam.

Wisata Edukasi Watu Lumbung, sayangnya hanya bisa dicapai dengan kendaraan pribadi, sepeda motor atau mobil. Dari Jalan Parangtritis, begitu melintasi jembatan Kretek, langsung belok kiri.

Tidak seberapa jauh, ada jalan aspal kecil ke kanan. Bersiaplah ganti ke gigi rendah, karena jalan menanjak terus sejauh lebih kurang 1 kilometer. Di sanalah, Wisata Edukasi Watu Lumbung berdiri, berupa gubug gubug bernuansa artistik meski dari bahan sederhana.

Maklum, pemilik Watu Lumbung adalah Muhammad Boy Rifai yang pernah malang melintang di dunia sinematografi. Menyulap bukit tandus menjadi kampung mini yang menarik orang datang,

Kini, pria yang lebih sering dipanggil Mbah Boy oleh warga sekitar itu, hidup bagai pertapa di gunung sepi meski tak jarang keramaian menghampirinya.

“Setiap saat, siang atau malam, ada saja yang datang. Kami terbuka saja, seperti gubug gubug ini seluruhnya tanpa pintu. Silakan menikmati alam, bukalah hati dan nalar agar alam berkenan mengajari kita sesuatu,” ujar Mbah Boy tentang Watu Lumbung.

Apa yang ditawarkan dari tempat ini? Ada sejumlah panggung, beratap atau tidak, tempat pengunjung wisa menikmati panorama alam ke segala arah. Saat terbaik tentunya ketika matahari terbenam. Beberapa panggung, dilengkapi tenda dome ada juga bilik-bilik untuk menginap.

Pengunjung bisa juga menikmati aneka sajian kuliner, sebagian besar diambil dari kebun yang terhampar di sana. Boy menanam apa saja, mulai dari sayuran, jamu, hingga panili dan kurma. Tak jarang pengunjung diajak terlibat saat menanam, merawat atau panen. Tamu pun bisa belajar hal lain, seperti membuat ecoprint.

Ragam kuliner yang disajikan di Watu Lumbung biasanya jarang ditemukan di tempat lain. Dan selalu baru, tergantung ide dan bahan yang tersedia saat itu. Satu kali, Boy menawarkan sidat yang dimasak dalam ruas bambu, atau sup gurami, atau rica entok.

Yang jelas selalu ada, aneka sayur khas kampung yang bisa dimasak instan dari dapur ala pedesaan. Aneka umbi, wedang serai, jajanan yang mengingatkan masa lalu.

“Alam itu penuh manfaat, di Watu Lumbung kita bisa benar-benar merasakan nikmat dan manfaat alam,” imbuhnya.

Tentang kuliner dan aneka kegiatan yang bisa dinikmati di sana, sebaiknya simak akun Facebook Kampung Edukasi Watu Lumbung, Boy rajin menceritakan banyak hal. Ini bisa menjadi panduan sebelum ke sana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *