Seratusan Pedagang Barongsai Asal Cirebon Mengadu Nasib di Solo saat Imlek

oleh
barongsai
Pedagang barongsai musiman asal Cirebon Jawa Barat memadati Jalan RE Martadinata, Sudiroprajan, kawasan Pasar Gede Solo, Ravu (22/1/2025) | MettaNEWS / Adinda Wardani

SOLO, MettaNEWS – Kota Solo Jawa Tengah jadi tempat mengadu nasib bagi pedagang barongsai musiman asal Cirebon Jawa Barat. Mereka berbondong-bondong datang untuk memanfaatkan momen Tahun Baru Imlek.

Tak hanya belasan, pedagang barongsai musiman ini bahkan berjumlah ratusan. Berderet-deret di sepanjang Jalan RE Martadinata, Sudiroprajan menjajakan barongsai dan liong dari berbagai corak warna dan ukuran.

Aweng, jadi salah satu pedagang yang mencoba mencari peruntungan. Di tengah panasnya Kota Solo siang itu, Aweng terduduk lesu di atas becak. Di depannya mainan barongsai, liong, kerbau berjajar.

Tak banyak pembeli yang menghampiri. Aweng sesekali tampak melayani beberapa orang yang datang. Tak jarang mereka hanya sekadar bertanya harga maupun melihat-lihat saja. Penjualan barongsai Aweng pun tak banyak.

Sejak awal Januari lalu, barongsai miliknya hanya mampu terjual dua hingga lima buah di setiap harinya. Bahkan tak jarang pula dagangannya tak laku sama sekali. Sepinya pembeli menurut Aweng disebabkan oleh aturan yang mengharuskan para pedagang untuk tidak menempati bahu jalan di area depan pertokoan.

“Jualan di jalan sudah nggak boleh kalau di toko-toko. Jadi disuruh jualan di pinggiran jalan sampai ujung lampu merah. Sekarang karena ada kuliner sudah nggak boleh sama Satpol PP, nggak boleh di depan jadinya di belakang,” ujar Aweng bercerita.

Aweng yang sudah berjualan sejak 2014 itu merasa peraturan di tahun ini menyulitkannya. Namun sebagai pedagang kaki lima liar (tanpa distribusi-red), Aweng hanya bisa mengalah dan menaati peraturan yang ada.

“Kita juga nggak resmi, kalau yang jualan kuliner kan ada bayarannya buat stand. Kalau ini liar kan jualannya, jadi ya sudah. Kadang laku kadang enggak, yang ramai yang jualan di depan, kalau di belakang satu dua, ya buat makan aja bisanya. Sepi kalau liburan ya ramai,” katanya.

Barongsai yang ia jual bermacam-macam, mulai dari Rp20.000-Rp30.000 untuk ukuran kecil dan Rp60.000 untuk ukuran besar. Sedangkan untuk liong ia jual di harga Rp300.000. Untuk kerbau ia jual seharga Rp25.000 ukuran kecil dan Rp100.000 ukuran besar.

Aweng pun berusaha tetap optimis. Ia berharap bisa mendulang hasil penjualan yang bagus sebelum meninggalkan Solo.

“Tahun ini nggak bisa diprediksi berapa lakunya. Tapi Solo selalu jadi tepat kami berdagang karena sudah tradisinya. Di Solo kan ada Grebeg Sudiro, jadi untuk menyambut Imlek kami ikut meramaikan lewat jualan barongsai. Kita naik mobil truk semua bertahap 30 orang, dari Jawa Barat ada 100-an pedangang,” ujar pria yang berprofesi sebagai pedagang mainan itu.

Selain Aweng, Sadira juga jadi salah satu yang ikut mengadu nasib. Ia bersama lima pedagang Cirebon lainnya datang ke Solo dengan menggunakan truk. Satu truk itu berisi rombongan yang berasal dari kampung yang sama.

Sadira telah lebih dulu berdagang saat tahun baru. Pendapatan Sadira jauh berbeda jika dibandingkan tahun baru. Menurutnya penjualan di Imlek kali ini sangat sepi.

“Penjualan di Imlek sepi masih ramai tahun baru, tahun baru lumayan sekodi 20 biji, 10 biji, sekarang baru lima. Sepi pasarnya, tahun lalu pas Imlek sepi juga. Setiap tahun ke sini kalau Imlek. Jualan sampai 29 Januari 2025, nggak sampai Cap Go Meh,” terangnya.