SOLO, Metta NEWS – Sejak pandemi mewabah di dunia, beberapa kebiasaan hidup manusia mengalami perubahan. Terutama dalam bidang perekonomian yang sangat terdampak dari pandemi ini. Kondisi wabah ini mengharuskan manusia menerima dan beradaptasi dengan kebiasaan baru seperti dalam hal transaksi jual beli.
Penggunaan transaksi non-tunai menjadi salah satu terobosan dan budaya baru yang banyak digunakan oleh masyarakat. Karena pembatasan-pembatasan yang diterapkan untuk menekan pandemi maka transaksi non tunai atau online memberi jalan keluar sendiri.
Bank Indonesia sendiri dengan gencar terus mensosialisasikan transaksi non tunai dengan menggunakan QRIS. Tidak hanya untuk tenant-tenant di mal, QRIS juga menyasar pedagang pasar tradisional di Solo.
Ditemui pada acara pre event Solo Great Sale dan peluncuran aplikasi QRIS di Pasar Gede, Jumat (3/9), Kepala Dinas Perdagangan Kota Surakarta Heru Sunardi, menjelaskan dari 44 pasar tradisional di Solo baru 7 pasar yang sudah menggunakan QRIS sebagai alat pembayaran non tunai. Tujuh pasar tersebut adalah Pasar Klewer, Pasar Gede, Pasar Rejosari, Pasar Tanggul, Pasar Kadipolo, Pasar Nusukan dan Pasar Singosaren.
“Sosialisasi transaksi non tunai ini terus kita kejar untuk semua pasar tradisional. Arahnya semua pedagang kita wajibkan punya alat QRIS atau apapun yang bisa melayani konsumen tanpa bawa uang tunai tetap bisa belanja dengan nyaman pakai uang digital,” tutur Heru.
Heru mengatakan sosialisasi dilakukan dengan menggandeng pihak perbankan. Heru menuturkan digitalisasi ini memudahkan pedagang dan pembeli.
“Transaksi non tunai ini luas manfaatnya seperti antisipasi uang palsu, tidak perlu cari uang kembalian, tidak bersentuhan langsung dengan uang yang mungkin ada virusnya,” tandas Heru.
Namun pada pelaksanaan di lapangan banyak masyarakat yang hingga saat ini masih butuh penyesuaian. Hal tersebut lantaran kebanyakan pedagang di pasar tradisional sudah tidak muda lagi.
Salah satu pedagang buah di Pasar Gede, Ninuk Daryanti (60 tahun) mengungkapkan masih sedikit pembeli yang memilih membayar memakai QRIS.
“Kami trima pembayaran tunai maupun non tunai pakai QRIS. Pembeli sudah ada yang pakai QRIS tapi masih jarang, sehari ga sampai 3 pembeli yang pakai QRIS, itupun anak-anak muda, kalau pembelinya ibu-ibu kebanyakan tunai,” jelas Ninuk.
Ninuk mengaku masih kesulitan dalam pencairan uangnya. Menurutnya masih lebih praktis dengan membayar secara tunai lantaran uang kembaliannya langsung bisa digunakan kulakan kembali.
“Sebenarnya mboten terlalu ribet tapi belum terbiasa saja. Kalau pakai uang tunai kan langsung diterima bisa untuk kulakan. kalau pakai QRIS ini biasanya anak saya yang ngambil uangnya di bank,” tambah Ninuk.
Sementara itu, Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka menuturkan transaksi non tunai ini cukup mudah digunakan hanya perlu membiasakan diri.
“Pilih barang, bayarnya scan barcode dari HP, uangnya itu langsung masuk ke rekening pedagang dan sorenya bisa langsung dicairkan. Ini cukup mudah kok yang sepuh-sepuh juga bisa menggunakan transaksi ini,” pungkas Gibran. Puspita