SOLO, MettaNEWS – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah (Jateng) kembali menyoroti limbah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo Solo.
Kali ini, Walhi mendapat laporan bahwa beberapa warga yang bermukim di Kampung Jatirejo, Mojosongo, Solo mengalami dampak negatif baik secara lingkungan maupun kesehatan akibat operasional PLTSa.
Kepala Divisi Internal Walhi Jateng, Nur Cholis mengungkapkan keluhan warga tersebut meliputi polusi udara yang berbau tajam hingga menyebabkan batuk-batuk atau inspeksi saluran pernapasan (ISPA).
Selain itu, penjemuran sampah atau pun pengeringan sampah juga membuat warga mengalami gatal-gatal.
“Terbukti ketika kemarin ada pelayanan Puskesmas Sibela setelah aduan warga ke Balai Kota Solo itu ada pelayanan puskesmas selama tiga hari di rumah pak RW di situ banyak sekali orang-orang yang berobat kebanyakan batuk-batuk dan gatal-gatal,” ujar Nur.
Walhi telah mendatangi rumah-rumah warga untuk memastikan keluhan itu. Dari hasil pantauannya, didapati debu hitam di rumah-rumah warga tersebut.
“Kalau sampah pengeringan itu diangkat jadi ada debu berterbangan. Limbah hitamnya itu kan dipindah, proses pemindahannya itu terbawa angin dan masuk ke dalam rumah. Disapu masih aja kotor,” ujarnya.
Penutupan jaring yang dilakukan PT Solo Citra Metro Plasma Power (SCMPP) selaku pihak pengelola PLTSa dirasa belum efektif. Solusi terbaik menurut Walhi ialah dengan tidak menempatkan limbah PLTSa di ruang terbuka.
“Penutupan pakai jaring masih belum efektif ya. Kemudian kalau limbah residu hitam harusnya juga tidak ditempatkan di ruang terbuka. Inginnya dikelola dengan baik ada penyimpanannya, ketika PT SCMPP tidak mampu harusnya dipihak ketiga kan. Profesional mengolah limbah jadi tidak ditempatkan di ruang terbuka,” ujarnya.
Sedari awal, Walhi konsisten menyoroti kebaradaan PLTSa ini. Pun sebelum diresmikan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka satu tahun lalu. Walhi menyebut klaim Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menyoal PLTSa tidak akan menimbulkan dampak negatif adalah hal yang mengingkari scientific (ilmiah-red).
“Kami memandang metode gasifikasi (proses pembakaran sampah untuk menghasilkan gas sintesis-red) atau ventilator pun dia pasti tetap menghasilkan limbah. Jadi secara scientific keilmuannya menimbulkan demikian. Jadi kalau dari awal klaim tidak akan menimbulkan limbah sudah mengingkari scientific proses pembakaran arau oksidasi sampah itu pasti akan ada limbahnya dan itu terbukti untuk saat ini,” ujar Nur.
Walhi menyeyangkan tidak adanya komunikasi lingkungan yang baik antara pengelola PLTSa, Pemkot Solo dengan warga sekitar. Akibatnya muncul risiko lingkungan yang akhirnya tidak terprediksi.
“Risiko lingkungan yang seperti ini baru diketahui setelah beroperasi jadi kemungkinan komunikasi lingkungannya tidak jujur dan tidak transparan,” kata Nur.
Walhi dirasa perlu meninjau ulang proyek PLTSa Putri Cempo. Pihaknya ingin proyek ini dievaluasi kemudian dicarikan solusi terbaik.
“Ketika memang ada risiko untuk limbah itu harus ditangani lebih baik, jadi tidak dibuang sembarangan. Tidak ditempatkan di tempat terbuka, ketika klaim energi terbarukan ini menggunakan teknologi canggih seharusnya teknologi itu harus mampu untuk mengurangi atau meminimalisir untuk risiko dampak lingkungannya,” pungkasnya.