Guru Besar Termuda UNS Angkat Pentingnya Perencanaan Keuangan untuk Hindari Pinjol Ilegal

oleh
oleh
Guru Besar UNS
Prof Irwan (mengenakan batik) memberikan keterangan pada awak media di Gedung Prakosa UNS, Rabu (29/12) | Foto : dok Humas UNS

SOLO, Metta NEWS – Prof. Irwan Trinugroho, M.Sc, Ph.D dikukuhkan sebagai guru besar termuda Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Prof Irwan merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Keuangan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS dan merupakan guru besar ke-19 FEB dan ke-245 UNS. 

Prof. Irwan akan dikukuhkan menjadi guru besar dalam Sidang Senang Akademik Terbuka pada Kamis (30/12) besok dengan judul pidato pengukuhan Finance, Technology, Inclusion and (In)equality.

Ketua Senat Akademik UNS, Prof. Adi Sulistiyono mengatakan bahwa Prof. Irwan Trinugroho, M.Sc, Ph.D merupakan guru besar termuda UNS. 

“Iya, Pak Irwan adalah guru besar termuda. Pak Irwan lahir di Bantul 6 November tahun 1984. Jadi pas dikukuhkan ini usianya 37 tahun,” terang Prof. Adi.

Dalam jumpa pers yang di gelar di Ruang Sidang 2 Gedung dr. Prakosa UNS, Prof. Irwan mengatakan bahwa teknologi memiliki peran yang semakin penting dalam industri jasa keuangan di seluruh dunia, khususnya selama beberapa dekade terakhir. 

“Berbagai studi telah menunjukkan bahwa inovasi keuangan berbasis teknologi yang ditawarkan oleh bank dan berbagai institusi jasa keuangan lain memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian melalui peningkatan inklusi keuangan,” tutur Prof Irwan. 

Lebih lanjut, Prof Irwan menjelaskan, inklusi keuangan yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan pendapatan di masyarakat yang merupakan bagian penting dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). 

“Akan tetapi, disisi lain, ada potensi sisi gelap dari inovasi keuangan berbasis teknologi yang tengah berkembang saat ini. Yang pertama tumbuhnya fintech legal juga dapat menimbulkan munculnya fintech ilegal yang merupakan pinjaman predator dan merupakan bentuk online dari lintah darat dengan menawarkan proses pencairan hingga pengiriman dana yang mudah, akan tetapi menetapkan tingkat bunga yang sangat tinggi,” tandasnya.

Disamping adanya tingkat bunga yang sangat tinggi hingga menyebabkan peminjam tidak mampu melunasi hutang mereka, Prof Irwan menyebut fintech ilegal juga menggunakan berbagai cara kriminal lain untuk penarikan utang mulai dari bullying kepada peminjam, hingga praktik pelanggaran privasi untuk menagih pinjaman bermasalah. 

“Penyedia layanan keuangan digital merupakan perusahaan yang berorientasi pada keuntungan sehingga mereka mungkin akan menggunakan strategi pemasaran yang cukup agresif untuk meyakinkan konsumen pada kelas ekonomi atas dan menengah untuk menggunakan jasa keuangan digital,” katanya. 

Berpijak pada kondisi tersebut, Prof. Irwan memberikan beberapa rekomendasi seperti, penyedia dan regulator jasa keuangan harus terus mengedukasi masyarakat tentang penggunaan keuangan digital secara komprehensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman akan manfaat dan risiko dari penggunaan jasa keuangan berbasis teknologi. 

“Kami di Center for Fintech and Banking UNS, secara reguler mengadakan survei terkait kepercayaan masyarakat pada bank tempat mereka menyimpan uang, industri perbankan, institusi keuangan non-bank, dan perusahaan fintech. Kami menemukan bahwa tingkat kepercayaan pada fintech berada jauh dibawah institusi jasa keuangan lain, khususnya bank. Akan tetapi ketika kami membagi sampel tersebut ke dalam kelompok dengan literasi yang tinggi dan literasi rendah, kami menemukan gap yang signifikan pada tingkat kepercayaan masyarakat, yang berarti bahwa peningkatan literasi keuangan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada penyedia jasa keuangan,” imbuh Prof. Irwan. 

Prof Irwan mengungkapkan, penting untuk mengedukasi masyarakat tentang perencanaan keuangan bukan sekedar literasi melarang masyarakat menggunakan pinjol ilegal. 

“Tidak hanya literasi tidak boleh pinjam di pinjol ilegal, tapi perlu juga literasi keuangan seperti bagaimana mengatur cash flow, bagaimana mengedukasi masyarakat memanajemen keuangannya, mengatur likuiditas dan perencanaan keuangannya, ini juga sama pentingnya daripada hanya sekedar melarang mereka meminjam di pinjol,” tegas Prof Irwan. 

Prof Irwan menambahkan, Center for Fintech and Banking UNS juga memberikan literasi dan pendampingan secara gratis pada UKM, komunitas maupun masyarakat yang ingin belajar pengaturan manajemen keuangan. 

“Kita lakukan pendampingan gratis bagaimana mengatur likuiditas, tidak hanya sekedar memberi tahu pinjol itu berbahaya tapi lebih dari itu, pengaturan keuangan yang lebih tertata juga membantu masyarakat agar tidak melirik pinjol ilegal,” pungkas Prof Irwan.