SOLO, Metta NEWS – Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming menegaskan, Pemerintah Kota akan mempertahankan Sriwedari sebagai ruang publik dan kepentingan masyarakat. Hal tersebut ditegaskan Wali Kota dalam jumpa pers tentang Sriwedari di Bale Tawang Arum Balai Kota, Jumat (24/12).
Gibran mengatakan Pemerintah Kota Surakarta tetap berkomitmen untuk memelihara, merawat dan mengelola kawasan Sriwedari sebagai Kawasan Cagar Budaya dan ruang publik bagi masyarakat Kota Surakarta.
“Pemkot Surakarta akan terus berupaya dan berjuang agar tanah Sriwedari tetap menjadi ruang publik bagi masyarakat Kota Surakarta,” tandas Wali Kota Gibran.
Gibran menjelaskan, sesuai dengan rencana awal tata kelola wilayah, Sriwedari akan dikembalikan fungsinya seperti fungsi awal dulu sebagai ruang terbuka.
“Kalau dahulu ini sebagai kebon rojo, jadi akan kita kembalikan pada fungsinya dulu, sehingga masyarakat khususnya warga Surakarta dan masyarakat umum, bisa menikmati dan memanfaatkan kawasan Sriwedari,” tutur Gibran.
Pada kesempatan tersebut dihadiri Sekretaris Daerah Ahyani, Ketua DPRD Surakarta, Boedhi Prasetyo, Kepala Kejari Surakarta Prihatin, SH, jajaran ketua fraksi dan ketua komisi DPRD beserta segenap anggota, perwakilan dari kantor BPN Surakarta, kuasa hukum pemkot Wahyu Winarto dan bagian hukum Pemkot Surakarta.
Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta Prihatin SH menjelaskan, Pemkot Surakarta akan melanjutkan upaya hukum selanjutnya berdasarkan temuan-temuan kejanggalan pada putusan hukum Sriwedari.
“Saat ini kami tengah menyusun langkah hukum Kasasi ke Mahkamah Agung. Kami selaku pengacara negara melihat ada beberapa hal yang kurang pas, sehingga kami membuka kembali hal-hal yang kurang pas tersebut melalui langkah hukum Kasasi,” tandasnya.
Kajari menyebut untuk pembangunan yang tengah berjalan di area Sriwedari tidak menggunakan uang negara.
“Soal pembangunan yang lagi berjalan ini tidak ada uang negara yang digunakan, tetapi melibatkan pihak ketiga. Tidak memakai keuangan pemerintah daerah. Sriwedari ini kalau tidak di urus mangkrak, ini belum dieksekusi jadi saat ini yang berhak mengelola masih di Pemkot,” ujarnya.
Kasus Sriwedari sendiri sudah bergulir sejak tahun 1970 an yang menghasilkan belasan putusan. Kajari menyebut beberapa poin tidak pas tersebut diantaranya luasan yang dimohon oleh ahli waris tidak sama dengan luasan di Sriwedari saat ini.
“Ketika kami periksa ada Hak Pakai milik Pemkot yang seharusnya tidak dieksekusi oleh pengadilan. Luasan tidak presisi, tidak pas. Batas-batas obyek sengketa tidak pada tempatnya. Itu yang menjadi materi kami,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Sengketa Kantor Pertanahan Kota Surakarta, Slamet Suhardi menambahkan, pada kawasan yang dituntut oleh ahli waris tersebut ada empat sertifikat Hak Pakai (HP) milik Pemkot Surakarta yang masih sah dan belum pernah dibatalkan.
Hal tersebut diperkuat dengan keputusan BPN yang mengesahkan sertifikat bukti kepemilikan lahan sertifikat hak pakai (HP) 40, HP 41, HP 26 dan HP 46.
“Sesuai dengan UU Pokok Agraria No 5 tahun 1960 kita sudah menolak adanya RVE, yang ada hanya undang-undang pokok Agraria, hak milik, hak pakai, hak guna bangunan dan hak lainnya yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Slamet.