Warga Dusun Salak Berharap Lebih Sejahtera dari Biji Cokelat

oleh
biji dan minuman kakao
Buah, biji dan minuman dari biji kakao | MettaNews/mg1

PACITAN, MettaNEWS – Warga Dusun Salak, Desa Jatigunung, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan sudah lama akrab dengan tanaman cokelat. Hampir setiap rumah memiliki pohon Theobroma cacao dan secara berkala memanen biji buahnya untuk dijual. Sekelompok pemuda, memutuskan mencoba menggarap biji cokelat hingga menjadi minuman lezat siap saji.

“Kami berpikir, kalau dijual sebagai produk jadi, sudah pasti nilainya akan lebih tinggi ketimbang dijual saat masih biji mentah,” ujar Kevin Rahmanudin, pemuda Dusun Salak yang menggagas perubahan itu.

Setahun silam, Kevin yang kuliah di Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, KKN di kampungnya sendiri. Dia kemudian “mengompori” kawan-kawan sedesanya untuk melakukan sesuatu.

Tanpa mentor, hanya dengan belajar dari internet, mereka memanen buah kakao yang sudah berwarna kuning cerah atau oranye tanda sudah cukup matang. Bijinya, dikeluarkan dan dijemur. Proses pengeringan ini membutuhkan waktu 5-6 hari, namun dapat lebih lama jika musim hujan.

Setelah biji kakao kering dapat melanjutkan proses selanjutnya yaitu sangrai biji kakao, sangrai biji kakao masih mengunakan cara tradisional mengunakanWingko (alat sangrai tradisional), kemudian sangrai sekitar 10-15 menit dengan kondisi Wingko sudah panas, setelah biji kakao menghitam angkat dan dinginkan pada Tampah (alat Tradisional) untuk pendinginan dan di kupas kulit luar dari biji kakao. Lanjut proses penghalusan biji kakao yang sudah di kupas kulitnya mengunakan Lesung dan alu hingga lembut.

Setelah proses tersebut dilakukan maka bubuk biji kakao sudah dapat diseduh untuk membuat minuman, penyeduhan bubuk kakao sangrai ini sama halnya dengan penyeduhan kopi yaitu mengunakan bubuk kakao sangrai ditambah dengan gula dan air panas secukupnya kemudian minuman kakao dapat dinikmati.

“Rasa minuman kakao ini pahit seperti kopi namun ada rasa asam-asam, ini lumayan enak untuk hal baru yang di coba,” ujar Sigit Tri saputra, salah satu pemuda yang ikut dalam pembuatan bubuk kakao tersebut.

Sayang, hingga kini Kevin dan kawan-kawan belum berani memasarkan produk bubuk kakao. “Kami sempurnakan dulu, mulai dari kualitas produk, kemampuan kuantitas produksi, kemasan, dan lain-lain. Semoga upaya ini bisa berlanjut, karena kami sangat berharap kesejahteraan warga kami meningkat dari bubuk kakao ini,” ujar Kevin. (mg1)

Berita ini diliput dan ditulis oleh mahasiswa magang belajar dari Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo