KLATEN, MettaNEWS – Sudah belasan tahun petani malas menanam rojolele, jenis padi premium yang sempat menjadi kebanggaan petani Klaten. Meski hasil panennya laku lebih mahal, tapi punya banyak kelemahan yang merugikan. Pemerintah Kabupaten Klaten kini punya Srinar Srinuk, varietas baru yang menghilangkan semua keburukan padi rojolele.
“Padi rojolele yang dulu, umur tanaman panjang sampai 155 hari, tinggi tanaman mencapai 160 cm sehingga mudah rebah bahkan sebelum panen, selain itu tidak tahan terhadap hama penyakit,” ungkap Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Klaten, Widiyanti dalam keterangan tertulisnya di klatenkab.go.id.
Untuk mengembalikan gairah petani menanam Rojolele, Pemerintah Kabupaten Klaten mengupayakan varietas baru. Upaya perbaikan terhadap varietas Rojolele lantas dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) dengan radiasi sinar gamma pada dosis 200 grey.
Setelah melalui berbagai tahapan uji yang disyaratkan oleh Kementerian Pertanian selama kurun waktu 6 tahun, dihasilkan varietas baru yakni Rojolele Srinuk dan Rojolele Srinar yang lebih unggul.
Keunggulan kedua varietas ini dibandingkan dengan induknya antara lain umur lebih pendek yakni kurang dari 120 hari, tinggi tanaman sekitar 105 cm sehingga tidak mudah rebah. Kedua varietas juga tahan hama penyakit lebih baik, serta produksinya lebih tinggi mencapai 9,75 ton per hektare bila dibandingkan dengan induknya yang hanya mencapai 7 ton per hektare.
“Capaian hasil panen di lahan pengembangan ini menjadi penting untuk menarik minat petani lokal agar mau menanam padi rojolele Srinar-Srinuk. Kami juga gencar sosialisasi, salah satunya lewat panen raya agar semakin banyak petani yang berminat menanam padi unggulan ini dan luas penanamannya semakin meningkat,” katanya menjelaskan.
Lebih lanjut, program penanaman padi Srinar dan Srinuk ini bukan hanya sebagai inovasi produk pertanian. Widiyanti menjelaskan tujuan besar dari program ini bahkan lebih luas lagi, di antaranya pelestarian plasma nutfah padi rojolele yang merupakan padi unggul lokal asli Klaten.
Petani yang masih menanam rojolele sudah sangat jarang, bagaimana jika beberapa tahun ke depan sudah tidak ada petani yang menanam varietas ini? Bahkan bisa punah dan tinggal hanya cerita,” paparnya.
Selain itu, program ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani Klaten. Dari survei lapangan provitas padi rojolele Srinar-Srinuk rata-rata berada di atas provitas padi para umumnya. Harga penjualan gabah kering panennya pun di atas harga pokok penjualan (HPP) gabah kering panen pada umumnya. Yaitu sekitar Rp 4.800 hingga 5.000 per kilogram, sementara HPP gabah kering panen varietas lainnya sekitar Rp 3.800-4.200 per kilogram.