SOLO, MettaNEWS – Para abdi dalem Keraton Surakarta mulai membersihkan kereta jenazah yang akan digunakan untuk membawa Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun (SISKS) Pakubuwono XIII ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Kereta kayu jati tua itu berwarna putih dengan ornamen mahkota di puncaknya. Kereta jenazah peninggalan yang telah berusia lebih dari seabad dan digunakan sejak masa Pakubuwono VII.
Kini, setelah lama disimpan di gedung kereta, kendaraan pusaka itu kembali dikeluarkan untuk menjalankan tugas sakral yang hanya muncul pada momen-momen paling bersejarah mengantarkan jenazah seorang raja.
Kereta ini akan digunakan untuk mengangkat jenazah dari dalam ndalem keraton menuju kendaraan selanjutnya di Loji Gandrung, rumah dinas Wali Kota Solo. Sebelum diberangkatkan ke kompleks pemakaman raja-raja keturunan Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
“Kereta jenazah ini memang khusus digunakan untuk mengangkat jenazah dari ndalem keraton ke luar. Seperti saat PB XII dulu, sama. Kalau dulu PB X sempat ke Stasiun Balapan karena naik kereta api. Sedangkan PB XII dari sini ke Puryaningratan, baru ganti ambulans,” tutur KGPH Puger, adik PB XIII, saat ditemui di Keraton.
Menurutnya, prosesi kali ini pun akan berlangsung hampir serupa.
“Nanti koordinasinya hampir sama, kalau ada perubahan akan kami sesuaikan,” imbuhnya.
Kereta kayu jati tersebut akan ditarik oleh enam hingga delapan ekor kuda pilihan.
Derap langkah kuda akan mengiringi suasana haru di dalam keraton, disertai pasukan prajurit, sentono dalem (keluarga keraton), para pengawal, dan kerabat. Di sepanjang jalan, masyarakat biasanya berdiri di tepi jalur, menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada raja.
Kereta ini bukan sekadar alat transportasi, tetapi simbol perjalanan suci seorang sinuhun dari dunia fana menuju keabadian. Warna putihnya melambangkan kesucian, sementara ukiran mahkota di puncaknya menandai keagungan seorang raja yang telah menuntaskan pengabdian.
Menurut catatan keraton, kereta jenazah ini sudah berusia lebih dari 100 tahun. Terbuat dari kayu jati tua, kereta tersebut sempat direnovasi pada masa PB X dan sejak itu dirawat dengan cermat di gedung koleksi kereta.
Bagi masyarakat dan keluarga keraton, setiap kali kereta ini kembali bergerak, artinya sejarah tengah menulis babak baru dari perjalanan panjang Kasunanan Surakarta.
PB XIII wafat pada Sabtu pagi sekitar pukul 07.30 WIB. Menurut KGPH Puger, jenazah akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-Raja Imogiri, mengikuti adat yang telah berlangsung turun-temurun. “Biasanya pemakaman dilakukan dua sampai tiga hari setelah wafat, menunggu penjabat pemerintah yang akan melayat. Paling lambat tiga hari,” ujarnya.
Rangkaian prosesi adat akan dimulai dari masjid keraton, tempat jenazah disiram dan disalatkan. Setelah itu, jenazah dibawa ke Paragiyo, di belakang Sasana Wilopo, sebelum diberangkatkan melalui jalur utama keraton.
“Adatnya seperti biasa. Dari masjid, disirami, lalu dibawa ke Paragiyo. Destinasinya saja yang berbeda, karena setiap raja punya masjid dan pendopo sendiri. Tapi brobosan tetap ada, adatnya begitu,” jelas Puger.







