
SOLO, MettaNEWS – Perkumpulan Rhema memilih Solo menjadi kota kedua setelah Jakarta untuk menyelenggarakan acara rutin Ngopi Kebangsaan, yang berlangsung pada Sabtu (18/3/2023) di Rumah Dinas Wakil Wali Kota Solo.
Solo menjadi kota kedua penyelenggaraan dialog Ngopi Kebangsaan setelah Jakarta pada 5 Januari 2023. Ketua Umum Perkumpulan Rhema Dwi Urip Premono mengatakan, dari hasil Ngopi Kebangsaan yang pertama, peserta yang hadir pada acara tersebut mengharapkan kegiatan ini bisa terus berlanjut dan menyentuh banyak kota di Indonesia.
“Karena isu-isu kebangsaan pada setiap daerah, wilayah memiliki karakteristik masing-masing. Dari situ diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi daerah lain. Sehingga kita cukup komprehensif untuk membahas masalah kebangsaan ini,” ujar Dwi Urip saat sela-sela kegiatan.
Dwi Urip menekankan, ada dua semangat yang ingin terus dikembangkan melalui kegiatan Ngopi Kebangsaan ini. Yakni semangat kesetaraan dan toleransi kembar.
“Semangat kesetaraan ini bagi kami harus mendahului semangat toleransi. Jadi setara dulu semua agama harus merasa dan memperlakukan penganut agama yang lain setara. Baru setelah itu memiliki sikap toleran. Sebab kalau belum berdasarkan kesetaraan itu sifatnya agak rapuh. Kesetaraan itu ada dasar legalnya yaitu Pancasila. Jadi ketika negara ini berdiri, bersepakat Ketuhanan Yang Maha Esa itu untuk menunjukkan kesetaraan semua yang ada di sini. Baru setelah itu naik menjadi toleransi,” tegas Dwi Urip.
Dwi Urip mengungkapkan tidak berhenti sampai pada langkah tersebut. Setelah setara dan toleran harus mengembangkan kerja sama.
“Harus ada Langkah menuju kesana. Ngopi Kebangsaan ini menjadi awal dengan menggandeng peran para tokoh agama. Pentingnya peranan tokoh agama sebagai opinion leader yang didengar oleh umat,” ujarnya.
Semangat kedua lanjut Dwi Urip adalah toleransi kembar antara lembaga agama dan lembaga negara. Menurut Dwi Urip kedua lembaga tersebut harus mengetahui batasan masing-masing sehingga tidak menguasai.
“Sehingga kalau kondisi ideal ini sudah terwujud, goalnya adalah kondisi yang aman, damai, rukun walaupun kita majemuk,” tandasnya.
Ngopi Kebangsaan Merawat Kebhinnekaan Bangsa
Dwi Urip mengungkapkan, semangat kerukunan terasa sekali di Solo. Pihaknya yakin kondisi ini dari unsur kearifan lokal Kota Solo.
“Nilai-nilai yang turun temurun dari generasi terdahulu mau tidak mau sudah jadi bagian internal dalam diri kita, warga Solo ini. Tambah lagi semakin kuat dari ajaran agama masing-masing. Yang semua agama mengajarkan kebaikan,” katanya.
Dwi Urip menyanggah sebutan Solo sebagai kota sumbu pendek. Pihaknya justru berharap Solo menjadi contoh bagi daerah lain bagaimana nilai-nilai agama berpadu dengan nilai budaya.
“Perpaduan nilai ini bisa menjadi landasan yang baik. Baik landasan moral personal maupun landasan moral kebangsaan,” tandasnya pada pertemuan yang audience nya adalah tokoh lintas agama dan masyarakat umum ini.
Mencermati dari beberapa nara sumber Dwi Urip melihat kondisi Kota Solo sendiri sudah sangat baik. Apalagi nilai-nilai kulturalnya.
“Dan itu bukan barang yang tercipta kemarin atau tahun lalu. Ini sudah turun temurun, sudah lama. Itu kuat ya. Sekarang ada yang Namanya ancaman, terpaan dari luar lewat kemajuan teknologi, akses teknologi. Yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ancaman ini sehingga tidak menggoyahkan sendi-sendi landasan moral yang sudah baik ini. Artinya harus ada langkah-langkah antisipasi. Sekuat apapu kalau air yang netes terus-menerus bisa melubangi batu yang keras. Jadi antisipasi sehingga tidak ada lagi ujaran kebencian, prasangka, lipatgandakan yang baik,” tegasnya.
Salah satu pemateri, Romo Budi mengapresiasi kegiatan Ngopi Kebangsaan yang bertujuan merawat kebihnnekaan ini.
“Saya sangat mengapresiasi teman-teman Rhema yang mengadakan roadshow ke berbagai kota untuk Ngopi Kebangsaan ini. Tadi saya melihat juga yang saya sampaikan pada materi tadi. Ketika kita mau membangun suatu kebangsaan yang kuat dalam keberagaman bagaimanapun juga persatuan, cara pandang positif, cara pandang yang baik satu terhadap yang lain harus dikembangkan. Maka more than equality and tolerantion harus ada mutual of understanding,” kata Romo Budi.
Akar Rumput Kerukunan adalah DNA Indonesia
Romo Budi menyebut persaudaraan yang sejati dibangun ketika manusia membuang semua prasangka dan dengan penuh kasih memandang positif siapapun.
“Makanya tadi saya contohkan indahnya keberagaman seperti symbol yang selalu saya pakai. Symbol saxofon. Saxofon ini ada yang kecil, sedang, gede. Tetapi ketika sendiri-sendiri tidak berfungsi. Begitu bersatu dihembusi dengan spirit dengan nafas kebaikan keindahan menjadi sesuatu yang mempersatukan dan memperkuat persaudaraan, itu yang penting,” ungkapnya.
Pihaknya mengungkapkan, Solo juga menjadi salah satu contoh gerakan akar rumput kerukunan bersama seniman, budayawan, penyair, generasi muda dan elemen masyarakat lainnya.
“Akar rumput kerukunan adalah DNA kita, maka yang harus diantisipasi adalah bagaimana kita membentengi diri dari setiap hembusan hoax, adu domba dan menyebar prasangka buruk terhadap orang lain. Srawug, tatap muka, melihat realitas lebih dekat adalah salah satu cara mengunci Gerakan-gerakan yang merusak kerukunan dan persatuan Indonesia,” tegasnya.
Para narasumber pada acara tersebut adalah Dr. Aloys Budi Budi Purnomo, Pr dari unsur Katolik. Romo Aloys Budi Purnomo adalah pengajar program doktor ilmu lingkungan Unika Soegijapranata Semarang. Narasumber dari unsur Kristen adalah Retno Ratih, M.Th., M.A., pendeta GKJ Manahan Solo. Sedangkan dari unsur Islam adalah K. H. M. Mashuri, S.E., M.Si., Ketua PCNU Kota Solo. Selanjutnya dari unsur penghayat adalah Sugito, S.Pd., Dewan Pengurus Sapta Darma Solo. Selain itu, dari unsur Hindu adalah Ida Bagus Komang Suarnawa, M.Pd., Ketua PHDI Kota Surakarta. Dari unsur Buddha adalah Bhikkhu Dammamitto, S.Psi., M.Si., Bhikkhu Pembina Umat Buddha Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian dari unsur Khonghucu adalah Tjhie Mursid Djiwatman, S.Pd., Dewan Rohaniawan Matakin Solo.