Kerja Sama Solo-Yogya, Mari Sambut dengan Optimisme

oleh
Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti
Foto : dok Humas Pemkot Solo

HUBUNGAN sentimental antara Solo dengan Yogyakarta itu ibarat tahi nyamuk, kata sastrawan dan jurnalis Arswendo Atmowiloto. Tahi nyamuk akan berwarna putih jika jatuh di permukaan berwarna gelap, dan sebaliknya akan hitam jika di permukaan terang.

Slenca, serba sengaja dibuat serba beda, dan celakanya lagi perbedaan itu seolah-olah menjadi bahan untuk saling mencemooh dan merendahkan. Perpecahan Mataram Islam menjadi Keraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat pada tahun 1755, agaknya menjadi awal segalanya.

Perbedaan busana, misalnya kain batik kawung di Yogyakarta dipakai oleh bangsawan, di Surakarta lazim dipakai untuk busana dagelan di panggung wayang orang atau ketoprak. Perbedaan kecil tentang keprak wayang kulit purwa, konon bahkan pernah menjadi penyebab perkelahian di asrama mahasiswa seni di Solo.

Era global sekarang, tentunya perbedaan dan sikap seperti itu sudah sepantasnya dibuang jauh. Kedua kota meski berada di provinsi yang berbeda, tapi jarak di antaranyanya terbilang dekat, hanya 65 km. Akses transportasi yang makin maju seperti Kereta Rel Listrik dan jalan tol yang sebentar lagi terwujud, sudah pasti akan semakin menghapus jarak itu.

Kota Yogyakarta, dipimpin Wali Kota Haryadi Suyuti, sosok yang dikenal piawai membangun dan memajukan kota. Pun Solo punya Gibran Rakabuming Raka, meski masih baru namun keseriusannya bertugas sejauh ini tampak mengesankan.

Rabu (10/11/2021) kemarin, keduanya sepakat untuk membangun kerja sama tentang kawasan bersama. Kesepakatan di Balaikota Solo itu mencakup beberapa hal, intinya mensinergikan kebaikan kedua kota.

 Gibran yang menjelaskan, misalnya dalam calendar of event. Solo dan Yogya harus saling menghindari event yang overlapping terlebih berkompetisi, karena akan menghamburkan sumber daya yang tidak perlu.

Kerja sama, saat ini bertujuan untuk memulihkan perekonomian masyarakat yang terpuruk sejak pandemic Covid-19.

Titik cerah, niat baik kedua pemimpin, semogalah memberi hasil yang konkret. Artinya ada kontribusi nyata terhadap kesejahteraan warga kedua kota.

Terlebih saat di Balaikota kemarin, hadir perwakilan suporter PSIM, Bradjamusti dan perwakilan suporter Persis Solo, Pasoepati yang selama ini juga sering berselisih. Karena itu, optimislah, kerja sama ini, semoga menjadi tanda semakin lunturnya sentimen irasional yang lahir sejak ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.