Harga Telur Ayam Melambung, Harga Pakan dan Obat Jadi Penyebab Utama

oleh
Telur
Ilustrasi | MettaNEWS/ Adinda Wardani

SOLO, MettaNEWS – Telur ayam menjadi salah satu komoditas yang harganya melambung tinggi. Di salah satu pasar induk Solo harga telur mencapai Rp 30.000/kg. Harga ini merupakan angka tertinggi kenaikan bahan pokok telur di sepanjang tahun 2022.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Heru Sunaryo menyebut kenaikan harga telur disinyalir naiknya harga pakan dan obat pada ayam petelur.

“Kalau harga pakan dan obat naik otomatis harga telur akan naik, kalau kita lihat di lapangan peternak ayam petelur sepanjang hari dan bulan sudah mempersiapkan supaya terus memproduksi telur, kalau nanti akhir bulan sudah dipersiapkan ayam petelur yang pada bulan itu siap bertelur jadi ditentukan itu (harganya),” kata Heru kepada MettaNEWS di kantor Balai Kota, Senin (22/8/2022).

Menurutnya, kenaikan harga telur tak mempengaruhi jumlah penawaran maupun permintaan secara drastis. Kenaikan harga dipicu pada harga pakan dan obat yang menyebabkan permintaan masih standar.

“Penawaran permintaan zero jumlahnya stabil karena harga pakan naik otomatis peternak akan menaikkan harga telur, peternak menaikkan harga maka distributor akan ikut menaikkan, distributor kepada pedagang pengecer karena belinya sudah tinggi mereka menjual lebih tinggi dari pembeliannya,” terang Heru.

Disisi lain beredar informasi kenaikan harga telur ayam dipicu oleh meningkatnya permintaan atau pengadaan bantuan sosial tunai (BST). Menurut hematnya, BST bukanlah penyebab kenaikan harga telur lantaran pelaksanaanya yang hanya sementara waktu.

“Kalau BST hanya waktu-waktu tertentu tidak sepanjang hari, penyaluran bantuan dalam bentuk pangan ke warga miskin itu serempak satu minggu selesai, kenaikan hanya satu minggu setelahnya kembali lagi, tapi kalau sudah tidak terjadi penyaluran kepada warga miskin harga telur masih tinggi ya penyebabnya karena kenaikan pakan dan obat,” jelas Heru.

Kenaikan harga telur telah berlangsung lama, menurutnya hal ini menjadi patokan bahwa bukan permintaan BST yang sebabkan harga telur meroket. Kenaikan harga terletak pada peternak, sehingga pihaknya tak dapat menekan fluktuasi harga telur di pasaran.

“Ini kan lama dan sudah mulai turun sedikit-sedikit, kita tidak bisa menekan harga supaya turun karena itu penentunya jelas produksi,” tambahnya.

Untuk menyikapi hal ini, pihaknya melakukan edukasi konsumen untuk mulai melikrik bahan pokok makanan alternatif alias pengganti yang memiliki kandungan gizi setara.

“Kalau kita hanya edukasi kepada konsumen untuk lauk pauk pemenuhan protein tidak hanya telur saja mungkin dengan peralihan produk lainnya, kalau mungkin ayam rendah ya beralih ke situ, kalau ayam ya tinggi karena pakannya tinggi maka ya beralih ke ikan laut tawar,” terang Heru.

Hematnya, dengan menerapkan belanja cerdas, masyarakat dapat tetap memenuhi kebutuhan pangan yang sesuai saat kenaikan masih melanda.

“Sehingga nanti kalau konsumen yang membutuhkan sedikit meskipun ini naik otomatis akan turun sendiri karena permintaan turun bahasanya belanja cerdas,” pungkasnya.