Grebeg Pasa, Tradisi Meriah Menutup Ramadan di Keraton Surakarta

grebeg pasa
Warga Kota Solo berebut gunungan yang diarak dalam tradisi Grebeg Pasa di Keraton Surakarta, Minggu (23/4/2023) | MettaNews/Ari Kristyono

SOLO, MettaNEWS – Keraton Surakarta menggelar hajad dalem Grebeg Pasa atau Grebeg Sawal, Minggu (23/4/2023). Sepasang gunungan  dari Keraton ke Masjid Agung, sebagai rasa syukur umat Islam di Bumi Mataram telah lulus melewati bulan Puasa.

“Dua gunungan, melambangkan keseimbangan, kesuburan. Penuh hasil bumi yang mengingatkan dari mana kita semua berasal. Ada pala kapendhem, pala kesimpar dan pala gumantung, saksi bahwa kita harus mengubur yang telah lalu, mensyukuri hari ini dan tak putus berharap akan masa depan yang lebih baik,” tutur juru bicara Keraton, KP Dany Nur Adiningrat di sela-sela prosesi.

Prosesi Grebeg Pasa tahun ini terasa meriah karena hadirnya ratusan prajurit Keraton dengan busana seragam yang beraneka warna. Jumlah prajurit yang mengikuti prosesi, menurut sejumlah pihak merupakan yang terbanyak yang pernah ada.

Segera segelah tengara sasangkala berbunyi, jajar prajurit bersiap di halaman Sasana Sewaka Keraton. Tak berapa lama, ISKS Paju Buwono XIII bersama Permaisuri dan sejumlah Sentana dalem, duduk menempati bangsal Maligi yang menghadap ke halaman.

Sesaat, seorang abdi dalem putri Nyai Tumenggung Ana Rahayuningtyas menghaturkan sembah dan melaporkan kesiapan kirab. Arak-arakan panjang pun bergerak. Musik genderang sulit mengiringi, berpadu dengan ritme gending Monggang dari seperangkat gamelan yang juga ada dalam iring-iringan.

Gunungan Jaler dan Estri, Ikon Grebeg Pasa

Gunungan jaler berbentuk seperti lingga terdiri dari susunan sayur dan makanan yang dimasak. Sedangkan Gunungan estri berbentuk seperti payudara, dengan isian rengginang dan jajanan lain seperti onde-onde ceplus, biskuit dan sebagainya.

Selain kedua gunungan juga ada sejumlah makanan yang berada dalam kotak-kotak kayu tertutup. Sebutannya ancak canthoka, juga ikut diarak di belakang kedua gunungan.

Arak-arakan itu keluar Keraton melalui Kori (pintu) Manganti – Kori Kamandungan – Kori Brajanala – Sitihinggil – Pagelaran dan menyisir alun-alun dan masuk ke Masjid Agung Keraton.

Di dalam masjid, sudah bersiap Abdidalem Suranata (ulama Keraton) yang membacakan doa.

“Doanya tentang keselamatan, kesejahteraan. Bukan hanya untuk Keraton dan warga Solo. Kita dengar tadi para ulama juga secara khusus mendoakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Supaya jauh dari marabahaya, mendapatkan keselamatan dan para pemimpinnya mendapat kekuatan dan kemampuan untuk menyejahterakan rakyat,” papar Dany Nur Adiningrat.

Setelah prosesi doa selesai, ratusan warga yang berkumpul di halaman masjid memperebutkan Gunungan jaler dan makanan yang ada di ancak canthoka. Sementara itu, Gunungan estri kembali masuk Keraton untuk dibagikan kepada warga yang berkerumun di pelataran depan Kori Kamandungan.