Tajuk: Selamat Hari Bhayangkara, Polisi Harus Semakin Tangguh dan Profesional

oleh
Ilustrasi, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Abioso Seno Aji memeriksa pasukan apel Operasi Zebra 2021 | dok Tribratanews

Pengantar Redaksi: Mulai awal Juli ini, MettaNews menghadirkan Rubrik Tajuk. Rubrik ini ditulis oleh Redaksi, menyajikan buah pikiran dan sikap kami terhadap suatu topik atau permasalahan di seputar kita. Salam.

ELANTO WIJOYONO, warga Kota Yogyakarta, namanya mencuat melalui berbagai pemberitaan media pada tahun 2015. Pria kurus itu dengan sepedanya berani mengadang konvoi motor gede yang melaju tak mengindahkan peraturan lalu lintas. Lampu merah pun diterobos, pengguna jalan lain dipaksa minggir.

Elanto menyebut, tindakannya itu sebagai protes terhadap pengawalan dengan voorijder yang diberikan Polri kepada rombongan moge, yang menurutnya harus diberikan secara selektif. Konvoi moge, menurutnya bukan prioritas serta tidak memiliki urgensi bagi kepentingan publik dan negara.

Elanto tentu bisa merasakan, dan ingin menuntut haknya, bahwa kegiatan rombongan moge itu menganggu rasa aman dan ketertiban masyarakat. Bedanya dia dengan warga lain, ada di keberanian dan kepedulian.

Sebagaimana amanat UU Nomor 2/2002 adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Namun publik pasti pernah merasakan, melihat atau setidaknya mendengar tentang penyimpangan di seputar peran tugas Polri, di semua wilayah Tanah Air. Penyalahgunaan wewenang, suap dan pungutan liar, kekerasan yang melampaui batas, indisipliner anggota, masih sering terdengar.

Masih ditambah lagi adanya pembiaran gangguan keamanan, persekusi, ancaman, yang berarti membuat situasi seseorang atau sekelompok orang kehilangan hak mendapat perlindungan dan pengayoman. Kadang ada alasan kondusivitas, namun kadang terjadi karena kesan kurangnya pemahaman pejabat Polri terhadap suatu masalah. Contohnya, belum lama ini seorang Kapolsek menolak memroses dugaan kasus pelecehan seksual, karena dia menganggap pelecehan harus buka-buka pakaian.

Polisi era sekarang, sudah jauh berbeda dengan di masa lalu ketika masih di bawah ABRI. Kemampuan personel, peralatan dan persenjataan semakin lengkap. Bahkan tak jarang membuat TNI cemburu. Dukungan anggaran, teknologi pun semakin tebal. Di satu sisi, sangat banyak keberhasilan yang harus diakui, misalnya dalam hal memangkas gerakan terorisme, manajemen pengaturan lalu lintas serta pelayanan yang semakin baik dan humanis.

Di sisi lain, sewajarnya tuntutan profesionalisme terus disuarakan. Polri harus semakin mampu menjalankan peran sebagai penegak hukum sekaligus pengayom masyarakat. Peran ini bukanlah citra yang bisa dipoles dengan tindakan-tindakan cantik tapi kurang relevan, sebut saja aksi sosial bagi sembako, khitanan masal, kerja bakti, apalagi event bertujuan rekor seperti minum ribuan botol jus, sebagaimana sering terjadi menjelang Hari Bhayangkara ke-70 kemarin.

Tuntutan dan harapan masyarakat saat ini, Polri bisa menegakkan hukum setegas-tegasnya serta menghadirkan rasa aman kepada siapa saja tanpa pandang bulu. Kegiatan-kegiatan di luar tugas, kecuali keterlibatan dalam vaksinasi Covid-19 yang kemarin memang sangat diperlukan, selain menghamburkan energi juga menimbulkan tanda tanya dari mana anggarannya.

Oh ya, kemarin Elanto kembali melapor ke polisi. Kali ini, dia mengaku ditabrak bus sipil yang dikawal polisi, saat berhenti di lampu merah.

Selamat hari Bhayangkara, kiranya Polri semakin tangguh dan profesional.